Langsung ke konten utama

Wahai yang lalai....

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi saya pribadi maupun orang yang membacanya, karena kebanyakan kita adalah orang-orang yang lalai.

Pernahkah berfikir untuk merubah hidup ke arah yang lebih baik. Berubah dari akhlak yang buruk menjadi orang-orang yang mulia. Berubah dari tidak memberi manfaat menjadi orang yang memberikan manfaat bagi orang lain. Ataukah kita terlalu sibuk dengan fasilitas keduniawian sehingga menjadi orang yang lalai.

Berapa lama waktu yang dihabiskan untuk bermedia sosial, berapa jam kita duduk di depan televisi dan berapa sering kita pergi ke tempat hiburan, mal dan café?. Coba kita bandingkan dengan waktu kita bersama keluarga, berdzikir kepada Allah dan bersholawat kepada sang kekasih kita Rasulullah Muhammad, Saw. Intensitas waktu kita untuk sesuatu yang bermanfaat tidak sebanding dengan perbuatan yang sia-sia.

Katakanlah ada seorang ustadz berbicara kepada pemuda ataupun orang tua “Beristighfarlah minimal 1000 kali dan bersholawatlah sebanyak minimal 500 kali serta jangan lupa membaca dzikir sertiap hari dan istiqomahkan”. Pasti dengan iman yang lemah kita mengatakan hal itu sangat sulit, berat dan mustahil. Padahal MasyaAllah istighfar 1000 kali Cuma memerlukan waktu 15 menit, sholawat 500 kali kisaran 15-20 menit dan membaca dzikir 15 menit. Cuma 1 jam untuk melakukan hal itu semua, tetapi sangat berarti.

Guru saya pernah berkata “kalau jasad ini sakit, bukan main kita cemas dan gelisah. Uang berapapun akan kita keluarkan, bahkan rela menjual seluruh harta maupun berhutang kepada orang lain demi menjaga jasad ini. Tetapi, jikalau yang sakit adalah ruh, tidak ada sedikitpun rasa kekuatiran dalam diri kita. Ruh ini butuh makanan sebagaimana dengan jasad, makanan ruh adalah ibadah wajib dan vitamin nya adalah ibadah sunnah. Tidak memperhatikan ruh sampai-sampai ruh ini mati, wajar jika cahaya nasehat tidak akan masuk ke dalam hatinya karena hatinya sudah mati”.

Kembali lagi dengan kita yang lalai, kita lebih banyak tertawa daripada menangis. Tertawa sendiri dan asyik dengan teknologinya, sehingga teknologi membuat kita menjadi lalai, bahkan kita lupa dengan aktivitas kita. Seakan-akan teknologi menjadi hal yang wajib untuk disentuh 24 jam mengalahkan kewajiban kita dalam mengingat sang pencipta. Adalagi dengan kita yang menjadikan weekend adalah hari untuk liburan, seolah-olah liburan itu hal yang wajib untuk kepuasan jasmani dan rohani, padahal kepuasan itu tidaklah bertahan lama dan bersifat sesaat. 

Alangkah baiknya jika uang untuk liburan disisihkan untuk saudara yang membutuhkan pertolongan. Kita tidak perduli dengan saudara kita yang menahan kelaparan, yang butuh pertolongan. Apabila melihat senyum mereka dan dengan tulus mendoakan, itu lebih baik dari pada liburan, kepuasan batin dan ketenangan hati akan diberikan sang pencipta apabila kita tulus menolong mereka.

Berapa lamakah kita hidup di dunia ini, 40, 50, 60, katakanlah 100 tahun, tidak lama lagi kita akan mati, ruh ini akan meninggalkan jasad dan alam dunia akan ditinggalkan dan berganti dengan alam kubur, berapa umur kita sekarang? 20, 30, 40 tahun. Secepatnya kita akan mati dengan berputarnya waktu.

Ketika kita menghadap Tuhan, bagaimana akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah dilakukan. Bagaimana ketika Dia bertanya “bagaimana engkau menghabiskan masa mudamu”, apakah kita akan menjawab “saya menghabiskan masa muda dengan gadget di tangan saya”, ataukah menjawab “saya menghabiskan masa muda dengan cinta, saya terhanyut dengan cinta kepada manusia”. Dengan pertanyaan seperti itu, sebenarnya cukup menjadikan kita jatuh ke lubang neraka, mengapa demikian? Ya, karena kita lalai.. lalai terhadap diri kita sendiri.

Mari berdoa semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua, agar kita bukanlah termasuk hamba-hambanya yang lalai. Semoga Allah selalu membimbing kita semua agar selalu melakukan perbuatan yang produktif dan bermanfaat bagi orang lain, dan agar selalu melakukan perbuatan taat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mutiara Tetaplah Mutiara Dimanapun Berada

Banyak dari kita menyalahkan “ keadaan ” adalah penyebab kita terjatuh pada lembah hitam, kegagalan, kemiskinan dan kerusakan pada diri kita. Ada lagi orang yang menyalahkan lingkungan lah yang bertanggung jawab pada kegagalannya. Memang benar lingkungan berpengaruh pada diri seseorang, oleh karena itu pandai-pandailah dalam memilih lingkungan dan orang terdekat kita. Tapi apakah kesemua itu lantas kita berkata “karena keadaaan begini saya rusak, karena lingkungan lah saya hancur, karena orang tua yang broken home saya jadi begini, karena miskin saya mencuri, karena tidak ada pekerjaan saya merampok”. Bisakah hal seperti itu dijadikan dasar pembelaan atas kesalahan kita? Lantas  apakah kita tidak punya “daya dan upaya” untuk menyaring perbuatan-perbuatan yang buruk disekitar kita. Bukankah kita mempunyai “akal” untuk mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk, dan akal juga mengetahui mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Mari kita merenun

The Wrong Place

Sabtu siang tadi ceritanya sedang tempat untuk berfikir dan merancang sesuatu, saya pikir tempat tersebut merupakan tempat yang tepat untuk berfikir dan mencari inspirasi. Selain untuk mencari tempat yang lain selain kamar, saya  butuh tempat di luar sana untuk membuka pikiran dan mungkin mendapatkan inspirasi. Setelah memesan double exspresso , tangan saya sudah siap untuk menuliskan di sebuah catatan apa yang tertuang dalam pikiran saya. Tetapi diluar dugaan, ketika sedang menulis suara hiruk pikuk dan teriakan sana – sini mengganggu pikiran saya, apa yang terjadi gumam dalam hati, ketika menoleh ke samping, ternyata anak-anak muda sedang asyik bermain game. Saya tidak tau persis game itu, yang jelas seperti menyusun puzzle dan apabila terjatuh mereka dihukum dengan coretan wajah di mukanya. Permainan-permainan seperti itu sering saya lihat disebagian café sekitaran Palembang belakangan ini. Saya tidak tahu persis tepatnya, tetapi semakin ramai café yang berlomba – lomba mem

Bangkitlah, kembalilah kepadanya

Pada dasarnya semua manusia di bumi ini memiliki banyak kesalahan. Kesalahan itu baik kesalahan yang kecil atau pun yang sangat besar serta kesalahan yang tampak maupun yang tersembunyi. Intinya manusia adalah makhluk yang tak lepas dari yang namanya dosa. Dosa dahulu kala atau pun sekarang, khilaf dan salah pernah kita lakukan. Dahulu, kita pernah mempunyai mimpi yang besar, mimpi untuk menjadi seorang yang besar, mungkin mimpi untuk menjadi seorang pengusaha, pejabat atau pun mimpi untuk melamar seseorang yang kita cintai. Mimpi tersebut gagal karena atas kesalahan kita sendiri, kesalahan yang dibuat terlalu besar sehingga kita harus mengubur dalam-dalam mimpi tersebut. Berjuta-juta kesalahan pernah kita lakukan, kesalahan tersebut membuat kita jatuh, jatuh ke dalam lembah kegagalan. Kesalahan yang membuat kita depresi, gagal meraih mimpi yang pernah kita rencanakan. Lantas apakah yang harus kita lakukan? Apakah meratapi semua yang terjadi ataukah menjadi tidak bersemanga