Langsung ke konten utama

Belajar dari Napak Tilas Ulama...


Pagi itu pada hari yang cerah secerah wajah peserta wisata ziarah Irma Palembang, menambah semangat saya sebagai guide acara tersebut. Tampak juga dari peserta tersebut beberapa orang ibu-ibu yang ingin mempelajari Masjid bersejarah yang telah ditinggalkan oleh wali-wali Allah di bumi Palembang Darussalam. Semangat ibu-ibu tersebut tidak kalah dengan mahasiswa tingkat akhir yang dikejar deadline skripsi nya J. ..hehe

Acara wisata ziarah Irma Palembang sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu mengunjungi beberapa Masjid bersejarah, seperti Masjid Agung, Masjid Suro’, Masjid Lawang Kidul, Masjid Sei lumpur, dan Masjid Kiai Muara Ogan serta ke makam Sultan Mahmud Badaruddin I. Tugas saya sebagai guide yaitu memberitahukan peserta tentang sejarah Masjid tersebut dan perjuangan ulama dalam membangun Masjid tersebut. Karena sudah berulang kali saya menjadi guide dalam acara tersebut, tentu saja dan Alhamdulillah tidak ada halangan bagi saya untuk menjelaskan secara rinci sejarah tersebut.

Ada hal menarik yang belum saya temui selama saya menjadi guide wisata ziarah, dan tidak akan saya lupakan. Dalam acara tersebut, kami menemui beberapa orang keturunan Kiai Muara Ogan dan pengurus Masjid. Mereka menjelaskan secara detail sejarah Masjid, perjuangan para masyarakat dan ulama dalam membangun Masjid tersebut, di tengah-tengah penjelasan tersebut saya tersentak dan terdiam serta merenung dalam hati. Pengurus masjid tersebut berkata “Ulama-ulama terdahulu kalau mereka dalam perjalanan selalu berdzikir kepada Allah bersama murid-muridnya. Selama ayunan sampan perahunya terayun, bibir pun tak lepas dari dzikir kepada Allah, hidup mereka dihabiskan untuk berdakwah”, dan pengurus masjid tersebut melanjutkan “anak muda zaman sekarang, sudah sholat, langsung menghilang entah kemana, tidak mau berzikir bersama-sama, entah se-sibuk apa dia sehingga dzikir pun ditinggalkan.”

Disisi lain, di dalam perjalanan di motor, mobil atau pun lainnya, tidak jarang diantara kita, headset menempel di telinga dengan mendengarkan lagu-lagu yang melenakkan hati. Lebih suka mendengarkan lagu dari pada berdzikir kepada Allah. Mereka yang dekat sekali dengan Allah, tidak lepas dari dzikir kepada Allah, sedangkan kita orang yang jauh dari Allah, selalu lalai dan jarang sekali bibir ini dibasahi dengan dzikir, malahan bibir ini dibasahi oleh gosip dan ghibah.

Perjalanan diakhiri di Masjid kiai Muara Ogan, Masjid tertua kedua di Palembang, yang dibangun pada tahun 1871 M. Walaupun di dalam perjalanan hujan yang sangat lebat dan Insya Allah itu merupakan tanda rahmat Allah. Peserta masih bersemangat dalam mengikuti acara tersebut, selain berkunjung ke Masjid tersebut, peserta berziarah ke makam Kiai Muara Ogan.

Banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik dalam napak tilas tersebut bagi orang yang berakal dan menggunakan akalnya untuk berfikir. Ulama-ulama terdahulu dalam membangun tempat ibadah, selalu mengaitkannya kepada nilai-nilai Islam. Sebagai contoh, atap masjid – masjid Palembang Darussalam, memiliki tiga tingkatan yang mempunyai makna syariat, hakikat dan makrifat. Jumlah tiang penunjang Masjid berjumlah 12, yang mempunyai makna hari kelahiran baginda Rasulullah yaitu 12 Rabiul Awwal.


Dan yang terpenting lagi, yang harus kita ketahui sebagai pemuda yaitu semua Masjid Palembang Darussalam adalah Masjid Ahlussunah Wal Jamaah, bermazhabkan Imam Syafi’i. Setelah sholat selalu berdzikir bersama-sama kepada Allah. Jadi, tidaklah benar orang-orang yang mengatakan dzikir setelah sholat itu perbuatan bid’ah, sesat dan pelakunya masuk neraka. Tidaklah beradab dan berakal orang-orang yang mengatakan itu, dan seolah-olah mereka mengatakan, ulama terdahulu adalah ahli bid’ah. Tidaklah mungkin Ulama Palembang Darussalam mengadakan perbuatan yang bid’ah, karena kalau kita belajar sejarah, mereka pergi ke mekah beberapa tahun untuk belajar. Jadi ajaran mereka merupakan sunnah-sunnah Rasulullah yang diajarkan kepada ummatnya.

Sebagai tambahan, kita sebagai pemuda yang hidup di akhir zaman seharusnya mencontoh kehidupan Ulama-ulama terdahulu dengan mempelajari sejarahnya dan napak tilas yang ditinggalkan, serta banyak-banyak belajar dari ulama yang benar-benar mempunyai sanad keilmuan sampai ke Rasulullah, karena persoalan pemuda zaman sekarang ada dua. Pertama, pemuda tersebut malas belajar sampai-sampai masalah dasar seperti rukun-rukun sholat, wudhu, mereka tidak paham. Kedua, mereka belajar dengan guru yang salah, belajar dari buku, lewat internet dan belajar dengan guru yang tidak jelas sanad keilmuannya, akhirnya, mereka mudah  menyalahkan dan bahkan mengkafirkan hal yang tidak sejalan dengan pemikirannya serta mereka menganggap kelompoknya lah yang paling benar yang paling sesuai dengan sunnah Rasulullah. 


Semoga dengan mempelajari kehidupan para ulama dan napak tilas yang ditinggalkan, kita kembali terbangun dan mengecas keimanan kita yang hampir pudar. Aamiin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mutiara Tetaplah Mutiara Dimanapun Berada

Banyak dari kita menyalahkan “ keadaan ” adalah penyebab kita terjatuh pada lembah hitam, kegagalan, kemiskinan dan kerusakan pada diri kita. Ada lagi orang yang menyalahkan lingkungan lah yang bertanggung jawab pada kegagalannya. Memang benar lingkungan berpengaruh pada diri seseorang, oleh karena itu pandai-pandailah dalam memilih lingkungan dan orang terdekat kita. Tapi apakah kesemua itu lantas kita berkata “karena keadaaan begini saya rusak, karena lingkungan lah saya hancur, karena orang tua yang broken home saya jadi begini, karena miskin saya mencuri, karena tidak ada pekerjaan saya merampok”. Bisakah hal seperti itu dijadikan dasar pembelaan atas kesalahan kita? Lantas  apakah kita tidak punya “daya dan upaya” untuk menyaring perbuatan-perbuatan yang buruk disekitar kita. Bukankah kita mempunyai “akal” untuk mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk, dan akal juga mengetahui mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Mari kita merenun

The Wrong Place

Sabtu siang tadi ceritanya sedang tempat untuk berfikir dan merancang sesuatu, saya pikir tempat tersebut merupakan tempat yang tepat untuk berfikir dan mencari inspirasi. Selain untuk mencari tempat yang lain selain kamar, saya  butuh tempat di luar sana untuk membuka pikiran dan mungkin mendapatkan inspirasi. Setelah memesan double exspresso , tangan saya sudah siap untuk menuliskan di sebuah catatan apa yang tertuang dalam pikiran saya. Tetapi diluar dugaan, ketika sedang menulis suara hiruk pikuk dan teriakan sana – sini mengganggu pikiran saya, apa yang terjadi gumam dalam hati, ketika menoleh ke samping, ternyata anak-anak muda sedang asyik bermain game. Saya tidak tau persis game itu, yang jelas seperti menyusun puzzle dan apabila terjatuh mereka dihukum dengan coretan wajah di mukanya. Permainan-permainan seperti itu sering saya lihat disebagian café sekitaran Palembang belakangan ini. Saya tidak tahu persis tepatnya, tetapi semakin ramai café yang berlomba – lomba mem

Bangkitlah, kembalilah kepadanya

Pada dasarnya semua manusia di bumi ini memiliki banyak kesalahan. Kesalahan itu baik kesalahan yang kecil atau pun yang sangat besar serta kesalahan yang tampak maupun yang tersembunyi. Intinya manusia adalah makhluk yang tak lepas dari yang namanya dosa. Dosa dahulu kala atau pun sekarang, khilaf dan salah pernah kita lakukan. Dahulu, kita pernah mempunyai mimpi yang besar, mimpi untuk menjadi seorang yang besar, mungkin mimpi untuk menjadi seorang pengusaha, pejabat atau pun mimpi untuk melamar seseorang yang kita cintai. Mimpi tersebut gagal karena atas kesalahan kita sendiri, kesalahan yang dibuat terlalu besar sehingga kita harus mengubur dalam-dalam mimpi tersebut. Berjuta-juta kesalahan pernah kita lakukan, kesalahan tersebut membuat kita jatuh, jatuh ke dalam lembah kegagalan. Kesalahan yang membuat kita depresi, gagal meraih mimpi yang pernah kita rencanakan. Lantas apakah yang harus kita lakukan? Apakah meratapi semua yang terjadi ataukah menjadi tidak bersemanga